Sudah lama Abu Nawas tidak dipanggil ke
istana untuk menghadap Baginda. Abu Nawas juga sudah lama tidak muncul di kedai
teh. Kawan-kawan Abu Nawas banyak yang merasa kurang bergairah tanpa kehadiran
Abu Nawas. Tentu saja keadaan kedai tak semarak karena
Abu Nawas si pemicu tawa
tidak ada.
Suatu hari ada seorang laki-laki
setengah baya ke kedai teh menanyakan Abu Nawas. Ia mengeluh bahwa ia tidak
menemukan jalan keluar dari masalah pelik yang dihadapi. Salah seorang teman
Abu Nawas ingin mencoba menolong,
“Cobalah utarakan kesulitanmu kepadaku
barangkali aku bisa membantu.” kata kawan Abu Nawas.
“Baiklah. Aku mempunyai rumah yang amat sempit. Sedangkan aku tinggal bersama istri dan kedelapan anak-anakku. Rumah itu kami rasakan terlalu sempit sehingga kami tidak merasa bahagia.” kata orang itu membeberkan kesulitannya.
Kawan Abu Nawas tidak mampu memberikan jalan keluar, juga yang lainnya. Sehingga mereka menyarankan agar orang itu pergi menemui Abu Nawas di rumahnya saja.
“Baiklah. Aku mempunyai rumah yang amat sempit. Sedangkan aku tinggal bersama istri dan kedelapan anak-anakku. Rumah itu kami rasakan terlalu sempit sehingga kami tidak merasa bahagia.” kata orang itu membeberkan kesulitannya.
Kawan Abu Nawas tidak mampu memberikan jalan keluar, juga yang lainnya. Sehingga mereka menyarankan agar orang itu pergi menemui Abu Nawas di rumahnya saja.
Orang itu pun pergi ke rumah Abu Nawas.
Dan kebetulan Abu Nawas sedang mengaji. Setelah mengutarakan kesulitan yang
sedang dialami, Abu Nawas bertanya kepada orang itu.
“Punyakah engkau seekor domba?”
“Tidak tetapi aku mampu membelinya.” jawab orang itu.
“Kalau begitu belilah seekor dan tempatkan domba itu di dalam rumahmu.” Abu Nawas menyarankan.
Orang itu tidak membantah. Ia langsung membeli seekor domba seperti yang disarankan Abu Nawas. Beberapa hari kemudian orang itu datang lagi menemui Abu Nawas.
“Punyakah engkau seekor domba?”
“Tidak tetapi aku mampu membelinya.” jawab orang itu.
“Kalau begitu belilah seekor dan tempatkan domba itu di dalam rumahmu.” Abu Nawas menyarankan.
Orang itu tidak membantah. Ia langsung membeli seekor domba seperti yang disarankan Abu Nawas. Beberapa hari kemudian orang itu datang lagi menemui Abu Nawas.
“Wahai Abu Nawas, aku telah melaksanakan
saranmu, tetapi rumahku bertambah sesak. Aku dan keluargaku merasa segala
sesuatu menjadi lebih buruk dibandingkan sebelum tinggal bersama domba.” kata
orang itu mengeluh.
“Kalau begitu belilah lagi beberapa ekor
unggas dan tempatkan juga mereka di dalam rumahmu.” kata Abu Nawas.
Orang itu tidak membantah. Ia langsung
membeli beberapa ekor unggas yang kemudian dimasukkan ke dalam rumahnya.
Beperapa hari kemudian orang itu datang lagi ke rumah Abu Nawas.
“Wahai Abu Nawas, Aku telah melaksanakan
saran-saranmu dengan menambah penghuni rumahku dengan beberapa ekor unggas.
Namun begitu aku dan keluargaku semakin tidak betah tinggal di rumah yang makin
banyak penghuninya. Kami bertambah merasa tersiksa ” kata orang itu dengan
wajah yang semakin muram.
“Kalau begiku belilah seekor anak unta
dan peliharalah di dalam rumahmu.” kata Abu Nawas menyarankan. Orang itu tidak
membantah. Ia langsung ke pasar hewan membeli seekor anak unta untuk dipelihara
di dalam rumahnya. Beberapa hari kemudian orang itu datang lagi menemui Abu
Nawas. Ia berkata,
“Wahai Abu Nawas, tahukah engkau bahwa
keadaan di dalam rumahku sekarang hampir seperti neraka. Semuanya berubah
menjadi lebih mengerikan daripada hari-hari sebelumnya. Wahai Abu Nawas, kami
sudah tidak tahan tinggal serumah dengan binatang-binatang itu.” kata orang itu
putus asa.
“Baiklah, kalau kalian sudah merasa
tidak tahan maka juallah anak unta itu.” kata Abu Nawas. Orang itu tidak
membantah. Ia langsung menjual anak unta yang baru dibelinya. Beberapa hari
kemudian Abu Nawas pergi ke rumah orang itu.
“Bagaimana keadaan kalian sekarang ?”
Abu Nawas bertanya. “Keadaannya sekarang lebih baik karena anak unta itu sudah
tidak lagi tinggal disini ” kata orang itu tersenyum.
“Baiklah, kalau begitu sekarang juallah
unggas-unggasmu.” kata Abu Nawas.
Orang itu tidak membantah. Ia langsung
menjuai unggas-unggasnya. Beberapa hari kemudian Abu Nawas mengunjungi orang
itu.
“Bagaimana keadaan -rumah kalian
sekarang ?” Abu Nawas bertanya. “Keadaan sekarang lebih menyenangkan karena
unggas-unggas itu sudah tidak tinggal bersama kami.” kata orang itu dengan
wajah ceria.
“Baiklah kalau begitu sekarang juallah
domba itu.” kata Abu Nawas. Orang itu tidak membantah. Dengan senang hati ia
langsung menjual dombanya.
Beberapa hari kemudian Abu Nawas bertamu
ke rumah orang itu. Ia bertanya, “Bagaimana keadaan rumah kalian sekarang ?”
“Kami merasakan rumah kami bertambah luas karena binatang-binatang itu sudah
tidak lagi tinggal bersama kami. Dan kami sekarang merasa lebih berbahagia
daripada dulu. Kami mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepadamu hai
Abu Nawas.” kata orang itu dengan wajah berseri-seri.
“Sebenarnya batas sempit dan luas itu
tertancap dalam pikiranmu. Kalau engkau selalu bersyukur atas nikmat dari Tuhan
maka Tuhan akan mencabut kesempitan dalam hati dan pikiranmu.” kata Abu Nawas
menjelaskan.
Dan sebelum Abu Nawas pulang, ia bertanya kepada orang
itu, “Apakah engkau sering berdoa?”
“Ya.” jawab orang itu.
Ketahuilah bahwa do’a seorang hamba tidak mesti diterima oleh Allah karena manakala Allah membuka pintu pemahaman kepada engkau ketika Dia tidak memberi engkau, maka ketiadaan pemberian itu merupakan pemberian yang sebenarnya.”
“Ya.” jawab orang itu.
Ketahuilah bahwa do’a seorang hamba tidak mesti diterima oleh Allah karena manakala Allah membuka pintu pemahaman kepada engkau ketika Dia tidak memberi engkau, maka ketiadaan pemberian itu merupakan pemberian yang sebenarnya.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar