Add caption |
”Bang, saya tersiksa oleh cinta yang bertepuk sebelah tangan dan sungguh saya tak mampu mengendalikan diri saya. Hidup ini menjadi tak ada artinya dan rasanya saya tidak ingin hidup lagi.”
”Wah serius benar masalah anak ini,” pikir saya. Saya lalu bertanya kepadanya, ”Mengapa kamu menganggap hubungan kamu begitu serius?” Ia menjawab, ”Kami telah lama berhubungan bang.”
Saya melanjutkan, ”Kalian telah bersama-sama untuk waktu yang lama, tapi tolong tunjukkan sama abang, seberapa dalamkah cintamu ... keluarkan dan ukurlah untuk abang.” Anak muda ini mulai faham lalu berujar, ”Ya, cinta memang tak dapat diukur bang.”
”Nah ... kalau begitu, mengapa kamu mau menyia-nyiakan hidup kamu karena dia? Jika kekasihmu itu keluar dari kehidupanmu, apakah lalu langit ini akan runtuh? Sekarang coba kamu pikirkan baik-baik. Apakah layak engkau memberikan cintamu kepada seseorang yang kemudian berpaling ke lain hati? Mengapa kamu ingin menyiksa dan menyengsarakan dirimu karena perempuan seperti itu?” saya pun nyerocos bak petasan cabe rawit.
Saya tahu pemuda ini sedang sakit hati, ia sedang patah hati berat. Tapi saya tahu pula bahwa sesungguhnya ia hanya bermain dan dipermainkan oleh pikirannya sendiri. Ia merasa sakit karena keinginannya untuk mendapatkan cinta tak mendapat respons. Yang dia tak tahu adalah, bagaimana caranya melepaskan diri pikiran sakitnya itu. Saya teringat kata-kata bijak yang disampaikan oleh Master Cheng Yen, seorang Bhiksuni asal Taiwan, ”Orang-orang sering mengejar kesenangan luar untuk memuaskan keserakahan mereka, tetapi ketika tubuh mereka jatuh sakit, pikiran mereka juga ikut sakit. Hal ini menuntun pada penderitaan yang besar. Akan tetapi, bahkan jika mereka sakit secara fisik, mereka bisa cepat sembuh jika pikiran mereka tidak ikut sakit.”
Yang saya lakukan adalah membuka pikirannya, membuka katup-katup yang telah menutup mata hatinya. Pada gilirannya kelak, insya Allah ia akan sadar bahkan akan mentertawakan dirinya sendiri, betapa tololnya dia. Terpuruk hanya karena masalah asmara yang tak jelas. Inilah akibatnya jika kita terjebak ke dalam perasaan cinta berdasarkan emosi dan syahwat belaka. Cinta yang seperti ini memiliki rasa kepemilikan yang besar dari sang pecinta. Inilah resiko dari melampiaskan perasaan cinta secara tidak benar.
Kisah cinta bertepuk sebelah tangan di atas hanya sebuah contoh bagaimana rapuhnya kita saat harapan tak tercapai, ketika keinginan tak terpenuhi, dalam hal apa pun juga. Ini semua merupakan dampak dari besarnya obsesi kebanyakan orang yang mengidamkan benda materi, kemewahan, dan kekuasaan ketika mereka sehat. Ketika sehat, banyak orang yang tergoda oleh hal-hal di sekitar mereka. Mereka mengejar hal-hal di luar diri mereka dan sebagai konsekwensinya, mereka menemukan banyak kesengsaraan.
Jika saja mereka sadar bahwa segala harta dan kesenangan itu tidaklah kekal, sebagaimana usia tua, penyakit dan kematian adalah kejadian yang alami, maka rasa sakit tidak akan menyebabkan begitu banyak rasa penderitaan. Bukankah saat si pemuda menghampiri saya, ia bukan saja sakit hati tetapi juga menderita karena rasa sakitnya itu?
Lantas, salahkah si pemuda saat mencintai wanita idamannya? Tentu tak salah mencintai seseorang, karena cinta adalah bahasa hati. Tapi cinta yang seperti apa selayaknya tumbuh di hati sang pemuda dan di hati kaum muslimin lainnya. Rasulullah saw mengajarkan kita untuk mencintai seseorang karena Allah swt. Beliau bersabda, bahwa ada seorang lelaki pergi mengunjungi saudaranya yang bermukim di suatu negeri yang jauh dari tempat tinggalnya. Maka Allah swt menyuruh malaikat untuk menemaninya selama dalam perjalanan. Malaikat bertanya kepada lelaki itu, ”Akan kemanakah engkau?” Lelaki itu menjawab, ”Mengunjungi saudaraku di suatu daerah.”
”Apakah engkau berkunjung karena berhutang budi kepadanya?” tanya malaikat itu. ”Tidak,” tegas lelaki itu, ”sebab aku mencintainya semata-mata karena Allah Ta’ala.”
Malaikat itu berterus terang, ”Sungguh, Allah swt mengutusku menemanimu disebabkan cintamu kepada saudaramu semata-mata karena-Nya.” Hr. Muslim.
Rasulullah saw telah mengajarkan kepada kita bagaimana meletakkan sebuah cinta secara benar. Karena kelak kita akan menuai lezatnya iman. Simaklah apa yang diajarkan oleh Rasulullah saw kepada kita, "Ada tiga hal yang bila ada semuanya pada diri seseorang, ia akan merasakan manisnya iman. Pertama, Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dari apa pun selain keduanya. Kedua, ia mencintai orang semata-mata karena Allah, dan ketiga, ia benci untuk kembali kepada kekafiran setelah Allah menyelamatkannya seperti ia benci untuk dilemparkan ke dalam api Neraka." Hr. Bukhari.
Kalau kemudian, sang pemuda merasa sakit dan menyesal atas kebodohan dirinya, ini adalah bukti bahwa Allah sesungguhnya mencintai dan merawatnya.
SILAHKAN DI SUKAI / DI BAGIKAN KE BERANDA / DI TANDAI DI SALAH SATU FOTO DI ALBUM JIKA YANG DI TANDAI DAPAT TERMOTIVASI TUK BAIK,. INSYAALAH AKAN DI CATATKAN SEBAGAI SUATU AMAL BAIK, AAMIIN,.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar