Sabtu, 21 Juli 2012

Terimakasih Kita Pada Ibu


Assalamu ' alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh...!

Saat usia setahun, ibu supakan makanan dan memandikan kita. Cara kita ucapkan terimakasih kepadanya hanyalah dengan menangis sanjang malam.
Saat usia 2 tahun, ibu mengajar kita bermain, kita ucapkan terimakasih dengan lari sambil ketawa terkekeh-kekeh apabila di panggil.
Ketika berusaha 3 tahun, ibu menyediakan makanan dengan penuh rasa kasih sayang. Kita ucakan terimakasih dengan menupahkan makanan.
Setelah berusaha 4-5 tahun, ibu membelikan sekotak pencil warna dan pakaian. Kita ucapkan terimakasih dengan mencoret-coret dinding dan bergumul di tempat kotor.

Apabila berusia 6 tahun, ibu membimbing tangan kita ke TK, kita ucapkan terimakasih dengan menjerit : ”Nggak mau! Nggak mau!”
Ketika berusia 7 tahun, ibu membelikan sebuah bola, kita ucapkan terimakasih dengan memecahkan kaca rumah tetangga.

Menjelang usia 8 tahun, ibu belikan es krim, kita ucapkan terimakasih dengan mengotorkan pakaian ibu.
Setelah berusia 8-9 tahun ibu mengantar ke sekolah, kita ucapkan terimakasih dengan membolos sekolah.

Usia 10-11 tahun, ibu menghabiskan sehari suntuk menemani kita kemana saja, kita ucapkan terimakasih dengan tidak bertegur sapa dan asyik bermain-main dengan kawan-kawan saja.
Genap 12 tahun, ibu menyuruh kita mengerjakan PR sekolah, kita ucapkan terimakasih dengan menonton televisi.

Menjelang usia 13 tahun, ibu suruh pakai pakaian yang menutup aurat, kita ucapkan terimaksih kepadanya dengan memberitahu bahwa pakaian itu tidak sesuai zaman sekarang.
Ketika berusia 18 tahun, ibu menangis gembira ketika tahu kita di terima masuk universitas, kita ucapkan terimakasih kepadanya dengan berpesta bersama kawan-kawan.

Menjelang 20 tahun, ibu bertanya apakah kita punya teman istimewa, kita katakan, ”Itu bukan urusan ibu.”
Ketika berusia 25 tahun, ibu bersusah payah menanggung perkawinan kita. Ibu menangis dan memberitahu betapa dia sangat sayang kita, tapi kita ucapkan terimakasih kepadanya dengan bepindah jauh darinya dan jarang berkunjung.

Ketika usia 30 tahun, ibu menelpon memberi nasehat mengenai penjagaan bayi, kita dengan megah berkata, ”Itu cara dulu, sekarang zaman modern.”
40 tahun, ibu menelpon mengingatkan mengenai acara kumpul keluarga di kampung, kita berkata, ”Kami sibuk, tak ada waktu untuk datang.”

Menjelang usia 50 tahun, ibu jatuh sakit dan meminta kita menjaganya. Kita bercerita mengenai kesibukan dan kisah-kisah ibu bapak yang menjadi beban bagi anak-anak.
Dan kemudian suatu hari, kita mendapat berita ibu meninggal! Kabar itu mengejutkan bagaikan petir! Dalam lelehan air mata, barulah segala perbuatan kita terhadap ibu muncul dalam ingatan satu persatu.

Saat di taman kanak-kanak, Ibu mengantar hingga masuk ke dalam kelas. Harus menunggu duduk di seberang sana. Aku tak peduli setumpuk pekerjaannya di rumah, kantuk yang menderanya, terik, hujan atau rasa jenuh bosannya menunggu. Aku senang ia menungguiku sampai bel berbunyi, harus!

Setelaj besar aku sering meninggalkannya bermain bersama teman-teman dan bepergian. Tak pernah aku menungguinya ketika ia sakit, ketika ia membutuhkan pertolonganku atau di saat tubuhnya lemah.

Ketika remaja aku sering merasa malu berjalan bersamanya. Pakaian dan dandannya ku anggap kuno tak serasi dengan penampilanku. Bahkan seringkali aku sengaja mendahuluinya berjalan satu dua meter di depannya agar orang tak menyangka aku bersamanya.... malu.

Padahal mengurusiku sejak kecil, Ibu tak pernah memikirkan pemanpilannya, tak pernah membeli pakaian baru, apalagi perhiasan. Ia sisihkan semua untuk membelikanku pakaian yang bagus-bagus agar aki terlihat cantik, ia pakaikan juga perhiasan di tubuhku dari sisa uang belanja bulanannya. Ia mengangkat tubuhku ketika aku terjatuh, membasuh luka di kaki dan mendekapku erat-erat saat aku menangis.

Mulai masuk perguruan tinggi aku semakin jauh darinya. Aku yang pintar dan cerdas seringkali menganggap Ibu sebagai orang bodoh, tak berwawasan dan tak mengerti apa-apa.

Ibu yang ki anggap bodoh, tak berwawasan, tak mengerti apa-apa dan bukan orang berpendidikan ; do'a di setiap sujudnya, pengorbanan dan cintanya tak pernah berhenti sedetik pun.

Semua ingatan itu muncul satu persatu tidak habis-habisnya. Dalam genangan air mata yang sudah terlambat. Terus mengalirkan kedukaan dan penyesalan.
Dan sekarang, Ibu masih ada di sampingmu.... sepertiku dulu, akankah memilih untuk memberikan perhatian padanya nanti, saat sudah terlambat.
Jika ibu masih ada, sayangi dia. Jika telah meninggal, ingatlah kasih dan sayangnya. Kita semua hanya punya seorang ibu kandung.

”SURGA DI BAWAH TELAPAK KAKI IBU”
SILAHKAN DI BAGIKAN KE BERANDA / DI TANDAI DI SALAH SATU FOTO DI ALBUM JIKA YANG DI TANDAI DAPAT TERMOTIVASI TUK BAIK,. INSYAALAH AKAN DI CATATKAN SEBAGAI SUATU AMAL BAIK, AAMIIN,.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar