Add caption |
“Ketika saya melihat wajah seseorang, yang terlihat hanya seperti kanvas kosong. Saya sebenarnya masih bisa melihat mata atau hidung mereka. Tapi, ketika saya mencoba melihat wajahnya secara keseluruhan saya tidak bisa mengidentifikasi itu siapa,” ujar Wardley.
Jones dan Wardley bahkan tak yakin bisa mengenali wajahnya sendiri. Membuat mereka merasa selalu asing dengan diri sendiri sendiri dan lingkungan sekitar. “Kami sampai merasa fotografi itu tak ada gunakanya, karena saya tetap tidak akan tahu siapa saja yang ada di foto,” ujar Wardley.
Mereka baru menyadari kondisi langka itu setelah dokter melakukan diagnosis beberapa tahun silam. Mulanya, Wardley hanya berpikir memiliki masalah dalam mengingat orang. Sementara Jones hanya merasa memiliki perhatian rendah terhadap orang di sekitarnya.
“Meski kenyataan yang akhirnya kami tahu sungguh buruk, setidaknya kami lebih lega bisa mengetahui pasti ada sesuatu yang salah dengan kami,” Jones menambahkan.
Mereka tak mau menyiksa diri dengan memaksa otak mengenali wajah orang. Mereka lebih memilih mencari trik untuk mengenali orang di sekeliling dengan fitur-fitur pembeda yang khas, seperti panjang rambut, tinggi badan, intonasi suara. “Saya bisa mengenali mereka dengan cara itu,” ujarnya.
Dr Sarah Bate dari Pusat Gangguan Pengolahan Wajah di Universitas Bournemouth mencoba melakukan penelitian tentang prosopagnosia. “Kebutaan wajah ini merupakan kondisi kognitif yang ditandai dengan penurunan kemampuan mengenali wajah,” ujarnya.
Bate menambahkan bahwa mereka dengan prosopagnosia tidak mengalami kerusakan saraf. Mereka hanya gagal mengembangkan mekanisme visual yang diperlukan dalam pengolahan wajah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar