VIVAnews - Sekelompok usaha terorganisir untuk mendeteksi kehidupan ekstraterestrial, SETI telah berjuang mencari alien atau makhluk luar angkasa selama 50 tahun. Astronom Dr. Jill Tarter telah menjabat sebagai Direktur Pusat Penelitian SETI di Institut SETI. Tarter kini telah pensiun setelah 35 tahun memindai angkasa mencari sinyal dari alien.
Add caption |
New Scientist mewawancara Tarter yang belum menyerah mencari alien. Dia menghabiskan masa pensiunnya dengan menjadi pengumpul dana untuk Institut SETI. Kekurangan dana sempat membuat teleskop radio pemburu alien milik institut ini harus ditutup selama lebih dari tujuh bulan.
Tarter membandingkan perjuangannya seperti mencari ikan kecil di laut yang luas. Hanya segelas kecil yang baru diteliti. Ketika tidak menemukan apa-apa, belum tentu tidak ada apa-apa.
“Kabar baiknya, alat kami kini lebih baik, lebih cepat, dan lebih besar. Kami akhirnya membeli perangkat yang sesuai untuk menjalankan tugas ini,” ujar Tarter.
“SETI merupakan upaya mendeteksi bukti teknologi lain dengan pemindaian jarak jauh. Kami mencari sinyal yang telah dirancang dengan teknik khusus. Dalam spektrum radio, kami mencari sinyal unik satu-satunya dalam satu frekuensi. Untuk sinyal yang bisa dilihat, kami mencari keluaran cahaya yang hanya bertahan satu nano detik atau kurang. Laser bisa melakukan itu. Kami menggunakan teknologi sebagai wakil dari kecerdasan,” papar Tarter mengenai metode penyelidikan SETI.
Ketika berhasil menangkap sinyal dari planet yang jauh, kru SETI akan merayakan dengan minum sampanye. Sistem penyampaian informasi SETI sudah diterapkan sejak 1980-an. Mereka harus melakukan konfirmasi independen sebelum bisa melepas informasi ke masyarakat. Mereka harus mencapai kesepakatan lebih dulu sebelum menjawab panggilan alien.
Langkah SETI ini mendapat pandangan berbeda dari Stephen Hawking. Menurut pakar teori fisika itu, menyiarkan keberadaan kita kepada alien terlalu berbahaya. Mereka bisa datang dan menjarah bumi.
Menurut Tarter, Hawking bisa saja benar. Tidak ada yang bisa mengetahui kondisi psikologis alien. Manusia saja belum memperlakukan satu sama lain dengan baik. Tapi, Tarter berkeyakinan alien bisa lebih cerdas dan ramah.
“Saya bisa membayangkan skenario lain. Jika alien ke sini, teknologi mereka pasti lebih maju dibanding kita. Mereka juga akan lebih tua. Saya rasa Anda bisa menjadi tua setelah mampu mengatasi agresi. Ini akan sangat membantu mengembangkan kecerdasan melampaui waktu evolusi,” ujar Tarter.
Perempuan ini membangun keyakinannya terhadap keberadaan alien pada 1970-an. Tapi, Tarter mengaku dia jarang menangkap sinyal yang diduga berasal dari alien. Kali terakhir terjadi pada 1997.
“Itu sangat menakjubkan. Anda akan sangat bersemangat!” cetus Tarter kepada New Scientist.
Sebagian besar peralatan SETI disimpan di Green Bank, Barat Virginia, Amerika Serikat. Mereka biasa mengamati dengan teleskop kedua untuk membedakan antara sinyal yang datang dari teknologi manusia dan teknologi alien.
“Pada saat itu teleskop kedua dihantam petir. Jadi, untuk beberapa hari kami hanya memiliki satu teleskop. Sebuah sinyal yang datang menarik perhatian kami hari itu. Sinyal itu jelas artifisial. Di layar, tampak garis membentuk seperti pagar kayu. Sudah jelas, ini bukan sinyal yang dibuat di bumi,” ujar Tarter.
Sayang, sinyal itu bukan berasal dari alien. Tapi, berasal dari pesawat ruang angkasa SOHO.
“Jika saat itu kami punya teleskop kedua, kami bisa mengetahuinya dengan cepat,” kenang Tarter.
Kendati gagal menangkap sinyal alien, Tarter masih akan berjuang mengumpulkan dana bagi keberlangsungan SETI. Setelah pensiun, Tarter juga akan menikmati hobinya bersama suaminya.
“Suami saya dan saya memiliki pesawat. Kami suka terbang. Kami juga suka menari samba. Saya ingin mencari waktu untuk mengambil kursus perkusi di sekolah Jazz Berkeley. Tapi, sebagian besar waktu saya akan dihabiskan untuk bekerja mencari dana SETI hingga mencukupi untuk beberapa waktu,” tutur Tarter.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar