Senin, 04 Juni 2012

Fatimah, wanita yang berhati emas

Fatimah, wanita yang berhati emas

SUATU hari, Hasan dan Husain sakit parah. Orang tua mereka Ali dan Fatimah sangat kebingungan.
Akhirnya mereka bernazar jika atas kemurahan Allah kedua putra mereka sembuh, mereka akan berpuasa selama tiga hari berturut-turut. Allah mendengar doa mereka dan tidak lama setelah itu keduanya pun kembali pulih kesehatannya. Kedua orangtua mereka pun memulai puasa nazar mereka.
Matahari rurun di ufuk barat dan hari pertama puasa mereka berakhir. Ali dan Fatimah berbuka puasa dengan segelas air dan kemudian melaksanakan shalat maghrib. Setelah itu mereka bersiap-siap menyantap makanan sedikit roti gandum. Saat kedua tangan mereka menyentuh roti itu, tiba-tiba terdengar suara ratapan seseorang.
“Demi cinta kepada Allah, sembuhkan rasa laparku dan selamatkanlah keluargaku dari kelaparan.”
Fatimah melirik ke arah suaminya dan berkata, “Bagaimana mungkin kita menampik permintaan pengemis itu sedangkan kita makan hingga kenyang?”
Merasa gembira dengan respons suaminya, Fatimah mengemas semua roti dan bergegas menuju pintu, dan memberikan roti itu kepada si pengemis. Malam hari itu, tak seiris roti pun melewati bibir mereka.
Hari kedua puasa tiba dan berakhir dengan terbenamnya matahari. Setelah menunaikan shalat maghrib, mereka bersiap-siap menyantap sedikit roti untuk berbuka. Belum lagi bibir mereka menyentuh roti, lagi-lagi terdengar suara meratap, “Demi cinta kepada Allah…!”
Segera Fatimah bergegas ke pintu dan ia melihat dua anak yatim meminta makanan dengan suara penuh iba. Pemandangan itu menggerakkan kelembutan hati Fatimah. Ia kembali dan berkata kepada Ali, “Sudah menjadi perintah Allah dan Rasul-Nya bahwa kita seyogyanya membantu orang-orang miskin. Biarkan kedua anak yatim itu memakan makanan kita!”
Tersentak oleh semangat istrinya, Ali setuju dan mereka melewatkan malam yang kedua tanpa sesuap
makanan pun. Dengan tubuh yang kuat ditambah dengan semangat yang kukuh, mereka memenuhi kewajiban puasa di hari berikutnya. Pada petang hari ketiga, mereka duduk menunggu berbuka puasa dengan hati penuh gembira.
Ketika Rasulullah mendengar hal ini, Rasulullah sangat bersuka-cita dan berseru bahwa semua generasi akan mengucapkan selamat karena ia menjadi ayah dariseorang wanita yang berhati emas itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar