Add caption |
Salah satu tanda kecerdasan akal seseorang adalah banyaknya mengingat kematian dan keseriusan persiapan diri untuk kehidupan setelah mati.
Diriwayatkan dari Ibn ’Umar ra: Aku sedang bersama Rasulullah saw, tiba-tiba seorang laki-laki dari kaum Anshar mendatangi beliau lantas ia mengucapkan salam kepada Nabi saw. Kemudian laki-laki itu bertanya," Mukmin apakah yang paling utama?" Beliau saw menjawab," Mereka yang paling bagus akhlaknya." Laki-laki itu bertanya lagi," Mukmin apakah yang paling pintar?" Beliau saw bersabda," Mereka yang paling banyak mengingat kematian dan paling bagus persiapannya untuk kehidupan setelah mati. Mereka lah orang yang paling pintar." (HR. Ibnu Majah. Al-Albani berkata: hadits hasan)
Sebuah kisah tentang seorang pedagang arab yang akan meninggal dunia. Mengikuti tuntunan agama, seorang ustadz mulai menalqinkan (mengajarkan untuk mengucapkan) kalimat Lâ ilâha illallâh kepada pedagang yang sedang sekarat itu. Ketika kalimat Lâ ilâha illallâh diperdengarkan di telinganya, terdengar pedagang tersebut mengucapkan kalimat, tetapi bukan Lâ ilâha illallâh. Riyaaal …..riyalaiiiin …..riyaaal…..riyalaiiiin…! (artinya: satu riyal dua riyal satu riyal dua riyal. Riyal adalah mata uang Saudi Arabia). Setiap kali diperdengarkan kalimat Lâ ilâha illallâ, pedagang itu kembali mengucapkan riyaal….riyalaiiin! Sampai akhir hayatnya ucapan terakhir yang keluar dari lisannya adalah riyal riyalain (satu riyal dua riyal)
Sementara itu di sini di Indonesia ada pula kisah tentang seorang ibu yang meninggal dunia. Kejadiannya beberapa tahun lalu. Sebelum wafat ibu itu sempat masuk rumah sakit Pertamina. Pada hari itu, hari Ahad, oleh dokter ibu tersebut diperbolehkan pulang. Beliau masih sempat menyaksikan acara siaran langsung ceramah Aa Gym dari masjid Istiqlal dan mengaminkan doa Aa. Sekitar jam empat sore sang ibu berbaring dipangku oleh anak laki-lakinya sembari membaca shalawat atas Nabi saw. Tiba-tiba pintu kamar terbuka dengan sendirinya. Spontan, anak laki-laki mengatakan," Mak, sepertinya malaikat datang untuk menjemput emak." Sang ibu pun mengiakan," Ya, Nak. Malaikat telah datang untuk menjemput emak." Lantas ibu itu berpesan kepada anaknya agar jangan lupa mendoakan mendiang ayahnya, kemudian sang ibu mengucapkan," Lâ ilâha illallâh… Lâ ilâha illallâh… Lâ ilâha illallâh…" Ibu itu pun wafat.
Dua kisah ini memperlihatkan tentang keadaan dua orang muslim yang berangkat menuju fase kehidupan selanjutnya, alam barzakh. Orang yang pertama ketika diajarkan kalimat Lâ ilâha illallâh malahan meneriakkan riyal riyalain. Orang ini isi pikiran dan hatinya adalah riyal. Boleh jadi pula aktivitas hidupnya pun demi riyal. Berbeda dengan sang ibu tadi, ketika datang tanda-tanda kematian, dengan penuh keridhaan hati ia menyambutnya dengan ucapan ketauhidan Lâ ilâha illallâh.
Kita semua bercita-cita, nanti kalau mati, kita ingin ucapan terakhir yang keluar dari lisan kita adalah kalimat Lâ ilâha illallâh. Jaminan dari Nabi saw:
"Orang yang ucapan terakhirnya adalah Lâ ilâha illallâh pasti masuk surga." (HR. Abu Dawud dan al-Hakim dari Mu’adz bin Jabal ra, al-Albani berkata: hadits shahih).
Tetapi tidak semua orang mempunyai cita-cita tinggi itu berhasil mendapatkannya. Dari pengalaman kita dalam menyaksikan orang yang akan wafat, tidak banyak yang mampu mengucapkan kalimat Lâ ilâha illallâh.
Kematian adalah wilayah yang demikian misterius. Kedatangannya pasti, tetapi untuk membayangkannya kita semua hampir tidak berani. Kematian memang datang tanpa bicara, tetapi tafakkur kita seharusnya dapat menjadikannya berkata-kata. Bila pikiran kita mampu menjadi penerjemah bagi kematian maka suara kematian demikian keras terdengar di telinga kita dan pergerakannya pun jelas terlihat lalu lalang di hadapan mata kita. Nyamuk mati oleh pukulan tangan kita, kecoak mati terinjak, cicak mati terhimpit pintu, tikus mati terlindas ban mobil, sebentar-sebentar terdengar pengumuman dari corang masjid berita duka cita meninggalnya tetangga kita, semua itu.menunjukkan kematian demikian dekat di dengan kita. Lebih dekat lagi, penuaan dan kematian sel-sel pada tubuh kita sendiri yang terjadi saban hari.
Bila kita benar-benar menajamkan pikiran kita maka paling tidak kita akan mendengar lima peringatan yang disuarakan oleh kematian setiap hari.
Kematian berkata:
1."Wahai manusia, jika aku datang maka engkau pasti akan meninggalkan apa pun yang engkau miliki dan apa pun yang engkau cintai !"
2."Wahai manusia, aku akan mendatangimu dengan tiba-tiba!"
3."Wahai manusia, mati itu menyakitkan!"
4."Wahai manusia, jika mati maka engkau tidak bisa beramal lagi!"
5."Wahai manusia, ada kehidupan setelah mati!"
Peringatan pertama dari kematian: "Wahai manusia, jika aku datang maka engkau pasti meninggalkan apa pun yang engkau miliki dan apa pun yang engkau cintai.
Diriwayatkan dari Abdullah bin Abu Bakar ra: Aku mendengar Anas bin Malik ra berkata: Rasulullah saw bersabda," Mayat diantarkan oleh tiga hal. Akan tetapi dua akan pulang kembali dan satu akan tetap bersamanya. Tiga hal yang mengikuti mayat adalah keluarganya, hartanya dan amalnya. Keluarga dan harta akan kembali pulang, sedangkan amalnya tetap bersamanya." (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Kedua: kematian berkata," Wahai Manusia, aku datang dengan cara yang tiba-tiba."
Di hadapan kematian kita semua sama, tidak ada beda anak kecil dengan orang tua, kaya dengan miskin, sehat dengan penyakitan. Jika ajal datang tidak ada yang bisa menolak.
Banyaknya korban yang wafat ketika bencana alam atau kecelakaan kendaraan menunjukkan betapa kita tidak tahu kapan dan di mana kita akan mati. Kita berusaha lari dari kematian, tetapi kematian tidak pernah gagal menemukan kita.
"Di mana pun kalian berada, kematian pasti mendapatkan kalian meskipun kalian berada dalam benteng yang tinggi lagi kokoh…" (QS.al-Nisâ: 78)
Al-A’masy meriwayatkan dari al-Khaitsamah: Malaikat maut menemui Nabi Sulaiman bin Dawud as. Tiba-tiba malaikat maut itu menatap terus tanpa berkedip kepada salah seorang laki-laki yang berada dalam majelis Nabi Sulaiman as. Setelah malaikat maut pergi, laki-laki itu bertanya kepada Nabi Sulaiman as," Siapakan orang itu?" Nabi Sulaiman as menjawab," Orang itu malaikat maut." Laki-laki itu berkata," Sungguh ia melihat aku seakan-akan aku ini sasarannya." Nabi Sulaiman as bertanya," Lantas, apa yang engkau inginkan?" Laki-laki itu menjawab," Aku ingin engkau melepaskan aku dari malaikat maut itu, karena itu perintahkanlah anginmu untuk membawaku ke tempat terjauh di India." Maka angin Nabi Sulaiman as pun membawanya ke tempat terjauh di India. Ketika malaikat maut datang pada kali yang lain berkata Nabi Sulaiman as kepadanya," Aku melihat engkau melihat tanpa berkedip pada seseorang yang ada dalam majelisku." Malaikat maut berkata," Benar. Aku merasa sangat heran kepadanya karena aku diperintahkan untuk mencabut nyawanya sebentar lagi di tempat terjauh di India tetapi justru tadi ia masih ada di dekatmu. Karena aku benar-benar heran terhadap orang itu." (al-Ghazali, Ihyâ Ulumiddîn, Juz IV, hal: 468)
Orang itu merasa akan lepas dari kematian dengan pergi jauh dari Palestina ke India menunggang angin Nabi Sulaiman as, padahal ia tidak tahu justru ia sedang pergi menuju tempat kematiannya.
Kita tidak pernah tahu kapan dan di mana kita akan mati. Sehingga setiap detik yang berdetak dan setiap tempat yang akan kita kunjungi boleh jadi menjadi waktu dan tempat kematian kita.
Ada dua bom waktu yang tidak mungkin bisa dijinakkan. Yang pertama ditanam di tubuh kita dan yang kedua ditanam di alam semesta. Ketika janin berumur seratus dua puluh hari di kandungan ibunya, Allah Ta’ala mengutus malaikat untuk meniupkan ruh ke janin itu dan mencatatkan empat hal, yaitu: ajal, rejeki, suka duka dan perbuatan-perbuatannya. Dengan kalimat lain kita boleh mengatakan sebenarnya pada janin tadi dipasang detonator yang terus menghitung mundur menuju ledakan yang akan menamatkan jasad itu. Detak jantung kita adalah detak detonator yang terus menghitung mundur. Kita tidak pernah bisa menjinakkannya dan tidak pernah tahu kapan bom waktu ajal itu akan meledakkan jasad kita ini. Demikian pula dengan alam semesta ini, katika diciptakan telah ditanam pula detonator yang akan meledakkannya. Kiamat adalah ajal bagi alam semesta. Hari-hari yang berjalan adalah detonator yang sedang menghitung mundur menuju saat ledakan kiamat.
Hal ini mengharuskan kita selalu siap untuk mati dan berikhtiar untuk meraih husnul khâtimah (akhir kematian yang baik). Ada orang yang mati ketika sedang shalat, ada yang mati ketika sedang berhaji, ada yang mati habis minum kopi, ada yang mati ketika lagi berjudi, ada yang mati saat mencuri dan ada yang mati ketika sedang berzina.
Kecelakaan pesawat terbang Perancis di Atlantik baru-baru ini, jika kita mundur dua hari atau tiga hari sebelum kecelakaan itu terjadi, kita dapat mengamati para penumpang yang akan naik pesawat itu. Mereka harus membeli tiket dengan harga yang tidak murah, harus datang ke bandara tepat waktu dan harus mengantri untuk boardingpass. Mereka tidak sadar bahwa uang yang mereka keluarkan, pesawat yang mereka naiki dan rute yang mereka lewati akan mengantar mereka menuju tempat kematian.
Kondisi kita tidak berbeda dengan mereka. Perjalanan ke Masjid, ke pengajian, ke kantor, ke Mall, ke Bioskop, bisa jadi perjalanan kita menuju tempat kematian kita.
Ketiga: Kematian berkata," Wahai manusia, mati itu menyakitkan."
Naturalnya mati itu sakit. Rambut yang usianya belum lama, kulit yang usianya belum lama karena sel-selnya mengalamai pergantian ketika dicabut atau dikelupas menimbulkan rasa sakit. Bagaimana dengan ruh yang menghidupi jasad sepanjang hayat ketika dicabut dari badan? tentunya secara natural akan menimbulkan rasa sakit pula. Sayangnya kematian tidak datang kepada kita dua kali, jadi kita tidak pernah tahu pengalaman sakitnya mati. Tapi kita bisa mendapatkan sedikit gambaran dari riwayat-riwayat terpercaya pemberitaan Nabi saw atau para sahabatnya ra tentang sakit dan beratnya kematian.
Jabir bin Abdullah meriwayatkan dari Nabi saw, bahwa beliau bersabda," Kalian sering meriwayatkan dari kalangan Bani Israil dan itu tidak apa-apa, memang berbagai keajaiban telah terjadi pada mereka."
Lalu beliau saw mulai bercerita," Pernah sekelombok Bani Israil keluar dan akhirnya mereka sampai di komplek pemakaman, lantas mereka berkata," Bagaimana seandainya kita shalat dua raka’at, kemudian berdoa kepada Tuhan kita agar Ia mengeluarkan untuk kita salah satu dari orang-orang yang sudah mati ini agar ia memberitahukan kita tentang kematian."
Kemudian mereka shalat, lalu berdoa kepada Tuhan. Ketika mereka sedang berdoa, tiba-tiba muncullah kepala seseorang keluar dari kuburan yang bertanah abu-abu. Di antara kedua kening orang itu ada bekas sujud. Orang itu berkata," Hei kalian, apa yang kalian inginkan dariku? Sungguh aku telah mati sejak seratus tahun lalu tetapi belum reda juga dariku perihnya kematian hingga saat ini. Berdoalah kepada Allah agar ia mengembalikan aku seperti semula." (HR.Ahmad dalam Zuhud, Abu Bakar bin Abi Syaibah dalam Musnadnya, al-Albani dalam al-Silsilah al-Shahihah berkata: Shahih)
Sakit akibat dicabut nyawa memang bersifat natural, tetapi ia bisa menjadi ringan atau malahan bertambah berat. Menjadi ringan karena amal-amal shaleh dan berita gembira dari Allah yang ia terima ketika sakarat. Atau menjadi berat karena dosa-dosa dan berita buruk yang diterima ketika sakarat. Seperti orang yang akan diamputasi kakinya karena kanker, amputasi bisa menjadi tak terasa karena anastesi atau bertambah sakit kalau tanpa anastesi. Amal shaleh dan berita gembira dari Allah ibarat anastesi yang mungkin menyirnakan derita akibat kematian.
A’isyah meriwayatkan bahwa Nabi saw bersabda," Barang siapa suka bertemu Allah maka Allah pun suka bertemu dengannya. Dan barang siapa tidak suka bertemu Allah maka Allah pun tidak suka bertemu dengannya." A’isyah berkata," Wahai Rasulullah, setiap kita pasti tidak suka mati." Beliau menjawab," Bukan itu maksudnya, tetapi, Seorang mukmin (ketika sakarat) ketika diberi kabar gembira berupa rahmat Allah, keridhaan-Nya dan surga-Nya maka ia pun suka bertemu Allah dan Allah pun suka pula bertemu dengannya. Sedangkan orang kafir ketika diberi berita buruk berupa azab dan kemurkaan Allah maka ia tidak suka bertemu Allah dan Allah pun tidak suka bertemu dengannya." (HR. al-Tirmidzi, ia berkata: Hasan sahih. Al-Albani berkata: Sahih)
Abu Hurairah ra meriwayatkan, Rasulullah saw bersabda," Ketika sakaratul maut seorang mukmin akan didatangi malaikat yang membawa sutera yang telah diberi kesturi dan berbagai harum-haruman. Lalu malaikat mencabut ruh itu perlahan-lahan seperti mencabut sehelai rambut dari tumpukan tepung. Dikatakan kepada ruh itu," Wahai jiwa yang tenteram kembalilah engkau kepada Tuhanmu dengan ridha dan diridhai, kembalilah kepada rahmat Allah dan keridhaan-Nya." Ketika ruh itu telah keluar maka ditempatkanlah di atas kesturi dan harum-haruman tadi lalu dilipatkan atasnya sutera tersebut, kemudian dibawa menuju ’Illiyyin.
Sedangkan orang kafir ketika sakaratul maut akan didatangi malaikat yang membawa tenunan kasar dari rambut yang ada bara api di dalamnya. Maka Malaikat mencabut ruhnya dengan cabutan yang sangat keras. Dikatakan kepada ruh itu," Wahai jiwa yang jelek, kembalilah kepada Tuhanmu dengan murka dan dimurkai, kembalilah kepada kehinaan dan azab Allah." Setelah ruh itu keluar maka ditempatkanlah di atas bara api tadi. Terdengar ruh itu menggelegelak seperti didihan air. Lalu dilipatkan atasnya tenunan kasar dari rambut tersebut dan dibawalah menuju Sijjin." (HR. al-Nasai di al-Kubra, al-Thabrani di al-Awsath dan Abu Nu’aim di al-Hilyah dengan sanad sahih)
Keyakinan-keyakinan dalam agama kita tidak ada satu pun yang kontradiktif terhadap akal. Meskipun tidak kontradiktif, tetapi tidak sedikit rupanya yang ada di luar jangkauan akal untuk menalarnya, seperti kehidupan barzakh dan kehidupan setelah kebangkitan manusia.
Penderitaan jiwa manusia atau kebahagiaannya setelah berpisah dari jasad termasuk hal-hal yang ada di luar jangkauan akal tetapi tidak kontradiktif terhadap akal. Jika kita bisa merasa sakit, lelah, sedih, takut, gembira dan tertawa dalam mimpi padahal tubuh kita diam tak bergerak sama sekali, hal ini berarti ada pengalaman-pengalaman tertentu yang tidak terikat pada tubuh jasmani. Hal ini memungkinkan pengalaman yang serupa dapat terjadi ketika jiwa berpisah dari raga secara permanen akibat kematian. Kemungkinan akal ini diafirmasi oleh wahyu dan hadits-hadist sahih tentang kebahagiaan atau kesengsaraan ruh setelah berpisah dari jasad.
Keempat: Kematian berkata,"Wahai manusia, jika mati maka engkau tidak bisa beramal lagi!"
Hari ini kesempatan untuk beramal demikian terbentang luas. Tubuh kita masih sehat, harta masih ada dan waktu pun masih tersedia. Hanya sayangnya keinginan untuk beramal yang masih kurang dan demikian lemah. Nanti akan datang masa di mana tubuh kita telah sirna, harta sudah tidak punya dan kesempatan pun telah habis tetapi keinginan untuk beramal demikian besar. Keinginan itu tidak akan pernah terwujud karena kematian menahan kita untuk tidak dapat kembali lagi ke dunia untuk beramal.
Nabi saw bersabda," Apabila manusia meninggal dunia maka terputuslah amal-amalnya kecuali melalui tiga hal. Melalui sedekah jariyah atau ilmu yang bermanfaat atau anak shaleh yang mendoakannya." (HR. Muslim dari Abu Hurairah ra.)
Abu Hurairah ra meriwayatkan dari Nabi saw: Beliau bersabda," Mayat itu bila telah diletakkan dalam kuburnya maka ia akan mendengar bunyi langkah kaki para pengantarnya ketika mereka meningalkannya.
Jika ia seorang mukmin maka shalat akan ada di atas kepalanya, puasa di sebelah kanannya, zakat di sebelah kirinya, amal-amal kebajikan lain seperti sedekah, silaturahmi, amar ma’ruf dan kebaikan terhadap manusia akan ada di sebelah kakinya. Datanglah malaikat dari sebelah kepalanya maka shalat berkata," Di sini tidak ada jalan masuk." Kemudian malaikat datang dari sebelah kanan, puasa berkata," Di sini tidak ada jalan masuk." Kemudian malaikat datang dari sebelah kiri, zakat berkata," Di sini tidak ada jalan masuk." Kemudian malaikat datang dari arah kaki, berkata amal-amal kebajikan lain seperti sedekah, amar ma’ruf dan kebaikan terhadap manusia," Di sini tidak ada jalan masuk."
Lalu dikatakan kepada mayat itu," Duduklah engkau!" maka duduklah ia. Sementara itu telah terbentuk gambaran seperti matahari yang akan terbenam. Lalu ditanyakan kepadanya," Tahukah engakau tentang laki-laki yang diutus di antara kalian ini, apa pendapatmu tentangnya dan apa persaksianmu mengenai dirinya?"
Mayat itu menjawab," Beri aku kesempatan, biarkan aku shalat dulu." Malaikat berkata," Engkau nanti boleh shalat, tetapi sekarang jawablah apa yang kami tanyakan. Tahukah engkau tentang laki-laki yang diutus di antara kalian ini, apa pendapatmu tentangnya dan apa persaksianmu mengenai dirinya?"
Mayat itu menjawab," Orang itu adalah Muhammad saw. Aku bersaksi bahwa ia adalah utusan Allah dan ia datang membawa kebenaran dari sisi Allah. Maka dikatakan padanya," Dengan persaksian itu engkau hidup, dengan persaksian itu engkau mati dan dengan persaksian itu Insya Allah engkau akan dibangkitkan kembali.
Kemudian dibukakan sebuah pintu dari berbagai pintu surga. Dikatakan padanya inilah tempatmu di surga dan apa yang telah Allah janjikan untukmu di dalamnya. Maka bertambahlah kegembiraan dan kesenangannya. Kemudian dibukakan baginya sebuah pintu dari pintu-pintu neraka. Lalu dikatakan lagi kepadanya inilah tempatmu di neraka dan apa yang Allah janjikan padamu di dalamnya seandainya engkau mendurhakai-Nya. Maka bertambah-tambahlah kegembiraan dan kesenangannya. Kemudian dilapangkan kuburnya 70 hasta, diberikan cahaya di dalamnya, tubuhnya dikembalikan seperti semula dan jiwanya ditempatkan di hembusan yang harum dan rohnya seperti burung terbang hinggap di pepohonan surga."
Nabi saw pun bersabda," Yang demikian itulah kebenaran firman Allah
"Allah meneguhkan orang-orang yang beriman dengan perkataan yang kokoh dalam kehidupan dunia dan akhirat. Dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim. Dan Allah melakukan apa pun yang ia kehendaki." (QS.Ibrahim: 27)."
(HR. Ibu Hibban, berkata Syu’aib al-Arnauth sanadnya hasan)
Nanti ketika melihat shalat kita ada di atas kepala kita akan merasa gembira tetapi sekaligus sedih. Sedihnya adalah mengapa shalat kita tidak lebih baik dan lebih banyak dari yang kita lihat ketika itu. Demikian juga ketika melihat zakat, puasa dan amal kebaikan lain kita akan merasa bergembira dan sekaligus sedih, yang kita sedihkan adalah mengapa kita tidak meramal lebih baik dan banyak lagi padahal waktu hidup di dunia demikian panjang dan kesempatan demikian banyak untuk melakukan berbagai amal shaleh.
Bagaimana seandainya yang menemani kita bukanlah amal shaleh tetapi amal-amal salah? Tentulah menjadi penderitaan tiada tara dan penyesalan yang tiada obatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar