Musibah gempa bumi, tanah longsor dan banjir yang terjadi akhir-akhir ini di tanah air kita maupun di luar negeri adalah sebuah peristiwa sangat tragis yang telah menelan banyak korban jiwa. Namun, maut adalah ajal yang tidak bisa dihindari dan dielakkan, yang menjadi rahasia Tuhan semata. Sayyidina Ali Kw. berkata, “Aku tidak melihat sesuatu yang haq lagi pasti terjadi tetapi dianggap batil tidak bakal terjadi, seperti halnya maut. ...".
Musibah tsunami Aceh 2004, Gempa bumi di Nias, Yogya, Lampung, Tasikmalaya dan Sumatera Barat dan Situ Gintung yang terjadi baru-baru ini di adalah sebuah peristiwa sangat tragis yang telah menelan banyak korban meninggal dunia -- adalah sebuah peristiwa yang tidak pernah diharapkan oleh siapapun, apalagi sanak saudara korban. Namun, maut adalah ajal yang tidak bisa dihindari dan dielakkan, yang menjadi rahasia Tuhan semata. Sayyidina Ali Kw. berkata, “Aku tidak melihat sesuatu yang haq lagi pasti terjadi tetapi dianggap batil tidak bakal terjadi, seperti halnya maut. Dan tidak juga melihat sesuatu yang batil dan pasti lenyap tetapi dianggap haq dan langgeng, seperti halnya dunia”.
Kematian seakan-akan hanya ditetapkan atas selain kita. Kita bagaikan tidak mendengar adanya generasi yang lalu atau tidak melihat apa yang terjadi bagi generasi kini. Sesungguhnya masa yang dikerat oleh detik pastilah berakhir betapapun panjangnya.
Maut adalah pemutus segala kelezatan duniawi, dia adalah pemisah sahabat dan pengeruh kenyamanan hidup orang-orang yang lalai. Ia adalah keniscayaan. “Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkanmu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh”, begitu firman Allah dalam QS. An-Nisa’/4: 78. Ia akan datang kepada kita, kendati kita lari menghindar darinya, “Katakanlah: “Sesungguhnya kematian yang kamu lari darinya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemuimu. Kemudian, kamu akan dikembalikan kepada Allah yang Maha Mengetahui yang gaib dan yang nyata. Lalu, Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”.
Maut adalah bayang-bayang yang muncul dalam benak manusia yang mengancam hidupnya, hidup kekasih, anak dan sanak keluarganya.
Maut adalah sesuatu yang amat dikenal, ia terlihat dan terdengar sehari-hari, bahkan ditayangkan setiap saat. Namun sosoknya, serta apa yang dilihat oleh yang mati bahkan kehadirannya adalah rahasia yang tidak dapat terungkap kecuali bagi hamba-hamba pilihan Allah; “Tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha mengenal” (QS. Luqman/31: 34).
Andaikata anda dapat melihat apa yang dilihat oleh yang telah direnggut nyawanya oleh maut, pasti sikap dan keadaan anda tidak seperti sekarang. Tapi, yakinlah bahwa dalam waktu dekat – karena setiap yang akan datang pasti tak lama lagi – tabir maut akan dicabik-cabik, sehingga andapun melihatnya; “Sebenarnya kepada anda tidak diperlihatkan kalau memang anda mau melihat, kepada anda telah diperdengarkan kalau memang anda mau mendengar, andapun telah diberi petunjuk hanya anda enggan memanfaatkan petunjuk itu”.
Benar kita lengah, karena “sungguh seandainya kamu mengetahui dengan ‘ilmul yaqin, yakni pengetahuan yang mantap, pasti kamu berhenti lengah atau bersaing secara tidak sehat. Demi Allah, jika kamu demikian pasti kamu akan melihat Neraka Jahim dengan mata hatimu, lalu di Hari Kemudian kamu akan melihatnya dengan mata kepalamu” (QS. At-Takatsur/102: 5-6).
Keyakinan tentang kematian yang meresap di lubuk hati yang terdalam, serta gambarannya yang tampil dari saat ke saat di pelupuk mata, itulah salah satu jaminan kewaspadaan serta peningkatan amal-amal kebajikan tanpa pamrih. Itulah yang mendorong seseorang mempersiapkan bekal untuk hidup sesudah mati. Bahkan, seperti ditulis Will Durant, “Maut adalah sumber semua agama, boleh jadi kalau maut tak ada, maka kepercayaan kepada Tuhanpun tidak akan ada”. Karena itu pula, Rasul Saw. menganjurkan untuk selalu mengingat maut dan menganjurkan untuk menziarahi kuburan. Bukan untuk meminta, tetapi guna mengingatkan bahwa suatu ketika peziarahpun akan berada di tempat yang sama dan semoga diziarahi pula.
Suatu ketika ada seseorang melihat jenazah sedang diusung, dia bertanya, “Siapa yang diusung ini?” Seorang bijaksana menjawab, “Dia adalah kita. Dia adalah saya dan anda!” Memang suatu ketika, kitapun akan mengalaminya, begitu juga dengan saudara-saudara kita para korban gempa bumi dan tanah longsor yang terjadi baru-baru ini. Innalillahi wa inna ilaihi roji’un.
Wallahu A’lam bi ash-Shawab.
SILAHKAN DI BAGIKAN KE BERANDA / DI TANDAI DI SALAH SATU FOTO DI ALBUM JIKA YANG DI TANDAI DAPAT TERMOTIVASI TUK BAIK,. INSYAALAH AKAN DI CATATKAN SEBAGAI SUATU AMAL BAIK, AAMIIN,.
Musibah tsunami Aceh 2004, Gempa bumi di Nias, Yogya, Lampung, Tasikmalaya dan Sumatera Barat dan Situ Gintung yang terjadi baru-baru ini di adalah sebuah peristiwa sangat tragis yang telah menelan banyak korban meninggal dunia -- adalah sebuah peristiwa yang tidak pernah diharapkan oleh siapapun, apalagi sanak saudara korban. Namun, maut adalah ajal yang tidak bisa dihindari dan dielakkan, yang menjadi rahasia Tuhan semata. Sayyidina Ali Kw. berkata, “Aku tidak melihat sesuatu yang haq lagi pasti terjadi tetapi dianggap batil tidak bakal terjadi, seperti halnya maut. Dan tidak juga melihat sesuatu yang batil dan pasti lenyap tetapi dianggap haq dan langgeng, seperti halnya dunia”.
Kematian seakan-akan hanya ditetapkan atas selain kita. Kita bagaikan tidak mendengar adanya generasi yang lalu atau tidak melihat apa yang terjadi bagi generasi kini. Sesungguhnya masa yang dikerat oleh detik pastilah berakhir betapapun panjangnya.
Maut adalah pemutus segala kelezatan duniawi, dia adalah pemisah sahabat dan pengeruh kenyamanan hidup orang-orang yang lalai. Ia adalah keniscayaan. “Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkanmu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh”, begitu firman Allah dalam QS. An-Nisa’/4: 78. Ia akan datang kepada kita, kendati kita lari menghindar darinya, “Katakanlah: “Sesungguhnya kematian yang kamu lari darinya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemuimu. Kemudian, kamu akan dikembalikan kepada Allah yang Maha Mengetahui yang gaib dan yang nyata. Lalu, Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”.
Maut adalah bayang-bayang yang muncul dalam benak manusia yang mengancam hidupnya, hidup kekasih, anak dan sanak keluarganya.
Maut adalah sesuatu yang amat dikenal, ia terlihat dan terdengar sehari-hari, bahkan ditayangkan setiap saat. Namun sosoknya, serta apa yang dilihat oleh yang mati bahkan kehadirannya adalah rahasia yang tidak dapat terungkap kecuali bagi hamba-hamba pilihan Allah; “Tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha mengenal” (QS. Luqman/31: 34).
Andaikata anda dapat melihat apa yang dilihat oleh yang telah direnggut nyawanya oleh maut, pasti sikap dan keadaan anda tidak seperti sekarang. Tapi, yakinlah bahwa dalam waktu dekat – karena setiap yang akan datang pasti tak lama lagi – tabir maut akan dicabik-cabik, sehingga andapun melihatnya; “Sebenarnya kepada anda tidak diperlihatkan kalau memang anda mau melihat, kepada anda telah diperdengarkan kalau memang anda mau mendengar, andapun telah diberi petunjuk hanya anda enggan memanfaatkan petunjuk itu”.
Benar kita lengah, karena “sungguh seandainya kamu mengetahui dengan ‘ilmul yaqin, yakni pengetahuan yang mantap, pasti kamu berhenti lengah atau bersaing secara tidak sehat. Demi Allah, jika kamu demikian pasti kamu akan melihat Neraka Jahim dengan mata hatimu, lalu di Hari Kemudian kamu akan melihatnya dengan mata kepalamu” (QS. At-Takatsur/102: 5-6).
Keyakinan tentang kematian yang meresap di lubuk hati yang terdalam, serta gambarannya yang tampil dari saat ke saat di pelupuk mata, itulah salah satu jaminan kewaspadaan serta peningkatan amal-amal kebajikan tanpa pamrih. Itulah yang mendorong seseorang mempersiapkan bekal untuk hidup sesudah mati. Bahkan, seperti ditulis Will Durant, “Maut adalah sumber semua agama, boleh jadi kalau maut tak ada, maka kepercayaan kepada Tuhanpun tidak akan ada”. Karena itu pula, Rasul Saw. menganjurkan untuk selalu mengingat maut dan menganjurkan untuk menziarahi kuburan. Bukan untuk meminta, tetapi guna mengingatkan bahwa suatu ketika peziarahpun akan berada di tempat yang sama dan semoga diziarahi pula.
Suatu ketika ada seseorang melihat jenazah sedang diusung, dia bertanya, “Siapa yang diusung ini?” Seorang bijaksana menjawab, “Dia adalah kita. Dia adalah saya dan anda!” Memang suatu ketika, kitapun akan mengalaminya, begitu juga dengan saudara-saudara kita para korban gempa bumi dan tanah longsor yang terjadi baru-baru ini. Innalillahi wa inna ilaihi roji’un.
Wallahu A’lam bi ash-Shawab.
SILAHKAN DI BAGIKAN KE BERANDA / DI TANDAI DI SALAH SATU FOTO DI ALBUM JIKA YANG DI TANDAI DAPAT TERMOTIVASI TUK BAIK,. INSYAALAH AKAN DI CATATKAN SEBAGAI SUATU AMAL BAIK, AAMIIN,.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar